Tatapan Kosong, Hati Penuh Luka, tetapi Semangat tak Pernah Pudar


Rintik hujan di sertai dinginnya malam yang menusuk kulit tubuhnya yang tipis dan karung besar berisi botol- botol bekas diantara kebisingan kota Jakarta menjadi sahabat nya setiap hari untuk menyambung hidup.  Tubuhnya kecil dan kurus, kulitnya hitam, mencerminkan seorang yang hidupnya tidak mudah. Wajah sayunya menggambarkan hari ini tidaklah mudah untuk ia lalui.


Ya begitulah cerminan kehidupan dari bocah sebatang kara pengumpul botol bekas. Di usianya yang belum genap 10 tahun, dunia sudah menampakan kekejamnya, anak malang sebatang kara yang telah di tinggal Ibu nya pergi untuk selamanya, di tambah lagi Ayahnya yang mengusir nya pergi ketika bertemu tambatan hati yang baru. Tinggal seorang diri di gubuk tua tak layak huni tak membuatnya menyesal untuk hidup di dunia ini.
Matanya sayu, tatapan nya kosong, ketika ditanya berapa yang ia peroleh dari karung besar yang berisi botol- botol bekas yang ia kumpulkan tak kenal waktu, “ 1 karung harga nya tiga ribu sama goceng.” Jawabnya dengan suara lembut  sambil menyeruput teh yang ia genggam.
Kewajiban selalu ia pikul tapi hak tak pernah ia jinjing. Kerasnya Jakarta menjadi satu- satu nya saksi kerasnya hidup yang ia alami, seolah hidup tidak adil dan tak berpihak padanya. Matanya berlinang air mata ketika ia menunjukan tempat terakhir peristirahatan Ibunya, seolah dari pancaran matanya mengatakan  bahwa ia rindu sosok pelukkan Ibu yang telah satu tahun meninggalkannya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Ini Gaya Fashion Gue Blog Design by Ipietoon